caramesin.com – Pasar Moderna adalah salah satu basis moneter Moderna di negara mana pun, bahkan di Indonesia. Apalagi, banyaknya investor domestik di Bursa Efek Indonesia (BEI) juga merupakan akuisisi saham perusahaan besar oleh warga negara Indonesia.
Semakin besar jumlah investor di Indonesia dan semakin besar dana domestik yang diinvestasikan, semakin kecil dampak dana yang disumbangkan oleh investor asing terhadap kondisi moneter negara.
Lagi pula, jika jumlah investor domestik rendah dan sebagian besar pelaku pasar modal adalah dana asing, perekonomian Indonesia akan mudah goyah ketika dana asing yang dikenal sebagai “hot cash” ditarik ke luar negeri.
Semua hal dipertimbangkan, mengenai hal ini, ada dua fakta penting yang benar-benar ingin Anda ketahui. Pertama-tama, informasi tentang jumlah investor yang sedang berlangsung di Indonesia. Kedua, perbandingan kepemilikan investor lokal dan asing.
Jumlah Investor Di Indonesia Baru Mencapai 1 Juta
Berdasarkan informasi dari PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (Ksei) yang mencatatkan kepemilikan tunggal Investor Identification Number (SID), jumlah investor di Indonesia sendiri mencapai 1,36 juta individu pada Juli 2018. Angka ini meningkat 33,59 persen berbanding terbalik dengan jumlah negara berkembang pulau kecil. per Juli 2017 yang hanya 1,02 juta.
Ada beberapa faktor yang mendorong peningkatan jumlah investor di Indonesia, antara lain:
- Kampanye tabungan dilakukan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) dan lembaga terkait.
- Pembukaan pojok pasar saham di perguruan tinggi negeri dan swasta di seluruh nusantara, tidak hanya di perguruan tinggi tingkat atas.
- Sekolah pasar modal (SPM) dan Sekolah Pasar Modal Syariah (SPM) diadakan di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Medan, dll., secara bulanan.
- Modal awal minimum untuk investasi modal dikurangi menjadi Rs. 100,000. Ini memungkinkan setiap orang, dari berbagai lapisan masyarakat, untuk membuka rekening efek, termasuk siswa.
Apakah Kepemilikan Investor Lokal Meningkat Pesat?
Sesuai laporan BEI, porsi kepemilikan domestik di pasar modal pada 2013 hanya 37,08 persen, sedangkan kepemilikan asing menguasai 62,94 persen.
Namun, sesuai laporan KSEI melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini yang diterbitkan Kontan, per 9 Maret 2018, porsi kepemilikan asing di pasar modal anjlok menjadi 44,45 persen, sedangkan kepemilikan domestik berkembang menjadi 55,55 persen.
Pada pandangan pertama, tampaknya ada peningkatan cepat di antara investor lingkungan. Namun, kenyataannya berbeda. Khusus untuk instrumen ekuitas (saham), kepemilikan asing terus mendominasi. Pada 9 Maret 2018, Total Kepemilikan Modal Asing bertambah menjadi Rs. 1.986. 89 triliun, sementara kepemilikan ekuitas lingkungan sedikit lebih rendah pada Rs. 1975,63 miliar.
Untuk alasan apa tingkat kepemilikan asing bahkan lebih tinggi, meskipun jumlah investor di Indonesia meningkat? Pertama-tama, jumlah investor di Indonesia yang diungkapkan KSEI mungkin juga termasuk warga asing. Kedua, mungkin karena sebagian besar investor terdekat di Indonesia adalah pemula.
Kecenderungan investor amatir untuk berinvestasi dengan modal kecil pada saham dengan harga lebih murah. Kemudian lagi, investor asing yang lebih berpengalaman biasanya menargetkan saham unggulan yang memiliki kondisi kunci yang lebih baik, meskipun harganya lebih mahal.
Akibat kepemilikan asing yang begitu luas ini, harga saham perusahaan domestik dan rekor pasar modal Indonesia mudah terganggu oleh sentimen asing.
Begitu ada berita menggembirakan dari Amerika Serikat, misalnya, dana asing akan segera melakukan aksi jual di BEI dan lari ke luar negeri. Fenomena ini harus dihentikan jika jumlah investor domestik yang memahami seluk-beluk berinvestasi di saham dan menginvestasikan dana yang sangat besar di BEI telah meningkat secara signifikan, lebih dari jumlah yang sedang berlangsung.