caramesin.com – Sisi Lain Dibalik Kenaikan Pajak 11%,Sekitar 80% penerimaan negara berasal dari pajak, yang menyiratkan bahwa undang-undang merupakan instrumen penting untuk mendukung perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, pergantian event dan penunjang kesehatan APBN membutuhkan penerimaan negara yang kuat. Landasan sistem penilaian pajak juga perlu terus ditingkatkan agar negara dapat terus menawarkan jenis bantuan yang ideal kepada masyarakat.Sebagai bentuk pembenahan berkelanjutan dari sisi administrasi dan strategi, otoritas publik menyusun Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang merupakan bagian penting dari perubahan biaya untuk membangun penilaian perpajakan yang adil, sehat, berdaya, dan bertanggung jawab. pendirian, dalam jangka menengah dan panjang. Salah satu amanat dalam UU HPP adalah penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10% menjadi 11 persen yang berlaku sejak 1 April 2022.
Kehadiran konsultan tugas di berbagai daerah seperti konsultan biaya di Yogyakarta, Surabaya, Makassar dan kota-kota lain yang turut membantu dalam sosialisasi dan manfaat yang akan diberikan oleh negara agar opini yang dibuat tidak terlalu liar mengingat adanya referensi. yang memiliki kewenangan untuk menyampaikan.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo memaknai pedoman terkait PPN ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari konsolidasi dan perubahan penilaian fiskal untuk mendukung penerimaan bea masuk yang ideal dan berkelanjutan. Selain itu, penyesuaian tarif PPN ini merupakan kesan pedoman gotong royong, khususnya mereka yang mampu membayar lebih dan mereka yang tidak mau menerima masukan dari luar. Masyarakat bergaji rendah dan pelaku UMKM terus mendapat dukungan.
Seperti diketahui, jika selama ini semua lapisan masyarakat moneter perlu menanggung masalah PPN yang sama, mereka yang mengkonsumsi lebih banyak atau lebih barang atau jasa eksklusif harus dikendalikan secara terpisah untuk membuat keadilan dalam berbagai biaya.
Kemudian, Pemerintah sepenuhnya mempertahankan fasilitas PPN yang ada. Barang/jasa yang semula merupakan barang/jasa yang tidak tersedia menjadi barang/jasa yang tersedia menurut UU HPP, diberikan fasilitas pengecualian PPN. Sehingga meskipun barang dan jasa tersebut tersedia, orang kecil dan menengah tetap tidak membayar PPN atas konsumsi barang dan jasa tersebut yang berlaku sekarang.
Energi untuk penyesuaian tarif PPN juga pas, karena di masa pandemi Covid-19, APBN menjadi instrumen utama untuk mengayomi masyarakat dan memulihkan perekonomian. Defisit rencana pengeluaran disesuaikan dengan batas tiga persen dari PDB. Rencana belanja negara selalu menjadi bantalan agar perekonomian masyarakat tidak semakin terpuruk.
Jika ditunda, diharapkan program jaminan sosial juga akan terpengaruh dan potensi penerimaan negara juga akan lebih rendah, sementara belanja jaminan sosial masih menjadi kebutuhan yang signifikan di tengah pandemi.